Jumat, 14 Februari 2020

Bulan Mei 2020 Satelit Palapa D diganti Palapa N-1 dan penikmat TV satelit Bingung

Menanti Palapa N-1/2, Satelit Komunikasi Generasi Terbaru Buatan China

SATELIT komunikasi generasi terbaru, HTS (high throughput satellite) milik Indonesia, akhirnya akan diluncurkan di China, tahun 2020. Setelit ini diberi nama Palapa N-1 (Nusantara Satu). PT Indosat Ooredoo berpatungan dengan PT Satelit Pasifik Nusantara (PT PSN) membentuk PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera, membeli satelit yang akan dibangun oleh China Great Wall Industry Corporation). Nota kesepahamannya diteken pada Rabu (17/5/2017) di Jakarta. Satelit seharga 200 juta dollar AS ini akan ditempatkan di ketinggian 36.500 kilometer persis di atas Pontianak di posisi 113 derajat Bujur Timur, menggantikan posisi satelit Palapa D milik Indosat yang sudah hampir habis usia teknisnya pada tahun 2020. Ini menjadi “hiburan” PT Indosat yang tidak boleh meluncurkan satelit pengganti Palapa C2 karena slot di 150 derajat Bujur Timur oleh pemerintah diserahkan kepada PT Bank BRI. Padahal, kala itu PT Indosat sudah meneken kontrak pemesanan satelit dan sudah membayar uang muka. Sementara satelit BriSat menjadi beban bank BUMN itu karena biaya operasinya sangat besar tetapi transponder yang melimpah tidak bisa disewakan karena status BRI sebagai penyelenggara telekomunikasi khusus. Satelit Palapa N-1 itu sangat berbeda dengan satelit-satelit yang dimiliki Indonesia, karena kemampuannya tidak diukur dari luasan cakupan (footprint) melainkan dari kekuatan pancar transmisi yang mencapai 12 giga bit per detik (gbps). Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, penamaan satelit HTS hanyalah gimmick pemasaran, karena pada dasarnya satelitnya sama. Namun beda dengan satelit konvensional, layanan satelit ini mirip seluler yang punya sel-sel yang namanya beam, yang untuk kawasan Nusantara ada sembilan buah. Sementara cakupan satelitnya adalah ASEAN dan Timur Tengah. Beam-beam tadi seperti sel-sel dalam seluler yang bisa saja tumpang tindih (overlapping) dan memanfaatkan frekuensi dengan cara penggunaan kembali (reuse). Sulit membedakan satelit HTS dengan satelit konvensional, meski nilai satelit konvensional disebut dari jumlah transponder yang dimilikinya, yang mencerminkan berapa banyak lebar pita (bandwidth) yang bisa dipakai. Hanya saja kemampuan transmisinya rendah, dengan hitungan untuk sambungan (link) 512 kilobit per detik (kbps) perlu lebar pita sampai satu megahertz (MHz). Jadi, dari satu transponder yang berkekuatan 36 MHz bisa didapat 18 mbps (mega bit per detik). Dengan teknologi yang namanya C-in-C, bandwidth bisa lebih dihemat hampir separuhnya, walau tetap saja tetap tergantung pada kekuatan dan frekuensi yang digunakan (C-band atau Ku-band). Baca juga: Indosat Ooredoo Tandatangani Pembelian Satelit Palapa-N1 dari China Palapa D mati tahun 2020 Satelit-satelit konvensional, seperti Palapa D atau yang dimiliki PT Telkom, didesain untuk mengejar luas cakupan. Sementara HTS untuk mengejar besaran data yang bisa ditransmisikan, seperti satelit Palapa N-1 yang throughput-nya sampai 12 gbps. Selain untuk layanan B2B (business to business), satelit Palapa N-1 milik PT Indosat tetap saja akan melayani industri broadcast seperti televisi. Selama ini mereka dilayani Palapa D. Menteri Komunikasi & Informatika RI, Rudiantara (dua dari kiri), President Director & CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli (dua dari kanan), President Director PT PSN, Adi Rahman Adiwoso (paling kanan), dan Vice President China Aerospace Science & Technology Corporation, Yang Baohua (paling kiri) berfoto bersama setelah penandatanganan kesepakatan kerja sama pembelian satelit, Rabu (17/5/2017)(Dok. Indosat Ooredoo) Frekuensi yang digunakan kedua jenis satelit pada dasarnya sama saja. Namun demikian total throughput bisa didesain besar atau kecil yang sangat tergantung pada desain pemanfaatan frekuensi tadi plus kekuatan dari “bus”-nya. Bus adalah salah satu bagian dari satelit, seperti kalau satu merek mobil ada dua jenis yang berbeda misalnya Toyota Yaris dan Vios tapi basisnya sama, bus di satelit adalah basisnya. Besarnya bus memengaruhi besarnya desain muatan (payload), desain transpondernya. Bus yang besar bisa mengangkut muatan (transponder) yang banyak dengan risiko memengaruhi bobot satelit yang ujungnya juga pada hitungan biaya peluncuran. Kemampuan throughput satelit Palapa N-1 bukan terbesar yang akan dimiliki Indonesia, karena pada tahun 2018 PT PSN akan meluncurkan satelit HTS dengan nama PSN-6, yang berkemampuan transmisi 15 gbps. Namun demikian total throughput didesain bisa besar atau kecil, sangat tergantung pula pada desain pemanfaatan frekuensi plus kekuatan bus-nya. Satelit Palapa N-1 akan mengorbit awal tahun 2020 dan setelah mendekati orbit akan dilakukan migrasi penyewa-penyewa satelit Palapa D ke satelit Palapa N-1. Setelah migrasi selesai dilakukan, satelit Palapa D akan dibuang dan akan melayang-layang menjadi sampah satelit seumur hidupnya di langit setinggi lebih dari 36.500 kilometer di atas Bumi. Pendapatan satelit kecil Palapa D merupakan satu-satunya satelit milik PT Indosaat Ooredoo yang tersisa, setelah seri Palapa C (C1 dan C2) habis masa teknisnya. Ada yang hilang atau dibuang di angkasa. Arsip satelit High Throughput Satellite BELINTERSAT-1 (satelit komunikasi pemerintah Belarus) buatan China Great Wall Industry Corporation siap diluncurkan. (Arsip cgwic.com) Pernah suatu ketika, roket peluncur satelit gagal mendorong satelit untuk mencapai orbit. Akhirnya satelitnya “gentayangan” di angkasa. Perusahaan asuransi kemudian membayar ganti rugi kepada pemilik satelit yang digunakan untuk membayar perusahaan penangkap satelit dengan misi membawanya turun kembali. Oleh perusahaan asuransi, bangkai satelit tadi dijual lagi. Dirut dan CEO PT Indosat Ooredoo, Alexander Rusli mengatakan, pendapatan dari bisnis satelit tidaklah signifikan karena hanya menyumbang sekitar satu persen dari total revenue. Namun keberadaan satelit juga perlu karena kebanyakan korporasi menghendaki layanan operator seluler yang komplet. Tidak hanya layanan seluler, data dan video, serta serat optik (FO), tetapi juga satelit, karena korporasi punya cabang di berbagai kawasan yang tidak terjangkau oleh layanan telepon seluler atau telepon kabel. Itu sebabnya layanan Palapa N-1 lebih diarahkan pada layanan B2B walau layanan ritel (eceran) seperti untuk pelanggan perorangan tetap juga ada. Alex mencontohkan Thailand yang punya juga satelit HTS berkemampuan transmisi pita lebar, selain jualan B2B di negaranya juga jualan ritel di Indonesia. “Siapa tahu nanti kita juga jualan ritel ke Thailand,” katanya. Pembuat satelit Palapa N-1, China Great Wall Industry Corporation, dipilih karena dianggap andal namun tetap lebih murah dengan “harga China”. Mutu dan keandalan satelit buatan CGWIC dapat dikata sejajar dengan satelit buatan Amerika atau Eropa. oket peluncur Long March dari China ini bisa diandalkan dan tidak kalah dibanding roket Ariane dari Eropa. Dari 60 peluncuran menggunakan Long March beberapa tahun terakhir, tidak ada satu pun yang gagal. Peluncuran satelit pun bisa dilakukan oleh kendaraan peluncur mana saja, baik oleh Amerika maupun Eropa.

Satelit Palapa D (kode internasional = 2009-046A) adalah satelit komunikasi Indonesia yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT Indosat Tbk dan diluncurkan pada tanggal 31 Agustus 2009[4] pukul 16:28 WIB di Xichang Satellite Launch Center (XSLC) menggunakan roket Long March (Chang Zheng) 3B. Satelit ini dibuat oleh Thales Alenia Space, Perancis, dan dimaksudkan sebagai pengganti satelit Palapa C2 pada Orbit Geo Stasioner slot 113º BT yang telah selesai masa operasionalnya pada tahun 2011.

Perencanaan dan pembangunan

PT Indosat Tbk telah merencanakan pengadaan dan peluncuran satelit ini sejak tahun 2004. Proyek ini kemudian ditawarkan ke beberapa perusahaan seperti:

    Space/System Loral (AS)
    Orbital Science (AS)
    Lockheed Martin (AS)
    NPOPM (Rusia)
    Astrium (Perancis)
    Thales Alenia Space (Perancis)
    China Great Wall (Republik Rakyat Tiongkok)

Proses tersebut kemudian menghasilkan penunjukan Thales Alenia Space pada tanggal 29 Juni 2007 untuk membangun dan meluncurkan satelit ini, dengan penandatanganan dokumen pemesanan. Indosat dan Thales Alenia Space kemudian bersama-sama memilih roket Long March 3B sebagai wahana peluncur.

satelit dibangun tanpa menggunakan komponen Amerika, dan karena itu tidak dibatasi oleh Lalu Lintas Internasional AS di Peraturan Arms, yang memungkinkan China Great Wall Industry Corporation akan dipilih sebagai penyedia layanan peluncuran.

Peluncuran

Satelit Palapa D diluncurkan di Xichang Satellite Launch Center (XSLC) (Bahasa Tionghoa: 西昌卫星发射中心; pinyin: Xīchāng Weìxīng Fāshè Zhōngxīn), kurang lebih 64 km di barat laut dari kota Xichang di provinsi Sichuan, Cina menggunakan wahana luncur Chang Zheng 3B pada tanggal 31 Agustus 2009 pukul 17:28 waktu lokal (16:28 WIB). Informasi lain menuliskan bahwa tanggal 30 Agustus juga dipilih sebagai alternatif tanggal peluncuran, dan pemilihan tanggal peluncuran didasarkan pada kondisi cuaca lokasi peluncuran. Walaupun diluncurkan dari Cina, pusat kendali satelit tetap berada di Stasiun Bumi Jatiluhur, di Purwakarta, Jawa Barat yang dimiliki Indosat. Peluncuran ini merupakan peluncuran pertama yang dilakukan oleh Cina dalam rentang waktu 4 bulan sebelumnya, dan yang ke-13 bagi roket Chang Zeng 3B.

Beberapa jam setelah peluncuran NASA Spaceflight sempat mengabarkan bahwa terjadi kegagalan pada roket dalam menempatkan Palapa D di orbitnya, Kantor berita Cina, Xinhua menerangkan bahwa telah terjadi kegagalan pada ignisi ke-2 di tingkatan ke 3 roket Long March. Teknisi Thales Alenia kemudian turun tangan untuk "menangkap" satelit ini dan mengembalikannya ke jalur aslinya sehingga beberapa jam setelah itu perwakilan Thales menyatakan bahwa Palapa D telah berada dalam keadaan normal dan dapat melakukan manuver di orbitnya. Manuver penyelamatan satelit ini mengakibatkan berkurangnya bahan bakar yang diperlukan untuk mempertahankan Satelit di orbitnya sehingga masa operasi satelit turut berkurang dari 15 tahun yang direncanakan. Presiden Thales Alenia Space menyatakan bahwa bahan bakar yang tersisa masih akan cukup untuk mengoperasikan satelit Palapa D selama sekitar 10 tahun.

Group Head Corporate Communication Indosat, Adita Irawati pada tanggal 1 September 2009 menyatakan bahwa telah dilakukan pengecekan fungsi dan parameter satelit, dan sebagian panel surya satelit sudah mulai dibuka sehingga Palapa-D dapat melakukan pencatuan daya dari matahari. Pada hari itu juga sinyal Satelit Palapa D telah berhasil ditangkap oleh stasiun bumi di Fucino, Italia setelah sebelumnya gagal dimonitor oleh stasiun bumi di Kanada. Pada tanggal 3 September Palapa D berhasil memasuki Geostationer Transfer Orbit (GTO) untuk kemudian dikendalikan hingga sampai di Geostationary Syncronous Orbit (GSO) yang awalnya direncanakan tercapai pada pertengahan September 2009, 10-12 hari setelah peluncuran. Akhirnya Palapa D mencapai GSO pada tanggal 9 September 2009. Setelah itu Palapa D melalui periode "in-orbit-test" sebelum memasuki orbitnya di 113° BT dan kemudian secara resmi diserahterimakan dari Thales ke Indosat pada tanggal 28 Oktober 2009, siap beroperasi secara normal.
===
Spesifikasi satelit

Satelit Palapa D direncanakan untuk dapat beroperasi selama 15 tahun (masa tahan di orbit selama 17,5 tahun), dan dibangun berdasarkan model platform Spacebus-4000B3 oleh Thales Alenia Space. Satelit ini berkapasitas lebih besar dibandingkan dengan Palapa C2 yang akan digantikannya.

Palapa D melayani cakupan area seluruh Indonesia, negara-negara ASEAN, sebagian negara di Asia, Timur Tengah dan Australia. Satelit ini dilengkapi dengan 24 transponder C-band standard, 11 transponder C-band extended dan 5 transponder Ku-band sehingga satelit ini diperkirakan memiliki total massa 4100 kg saat diluncurkan, dengan daya sebesar 6 kW. 24 transponder C-Band utama Palapa D bekerja di frekuensi 5.9 GHz- 6.4 GHz (uplink) dan 3.7 GHz-4.2 GHz (downlink), sedangkan 11 transponder C-Band extended-nya bekerja di frekuensi 6.4 GHz-6.7 GHz (uplink) dan 3.4 GHz-3.7 GHz (downlink).

Keseluruhan proyek Satelit Palapa D, dari pembangunan hingga peluncuran, diperkirakan bernilai sebesar US$230 juta.

Layanan satelit

Dalam acara peresmian gedung Satelit Palapa D, pada tanggal 14 Agustus 2009, Dirut dan CEO Indosat, Harry Sasongko mengungkapkan bahwa Satelit Palapa D direncanakan akan digunakan sebagai backbone Indosat demi mendukung berbagai layanan Indosat seperti telepon seluler, telepon tetap hingga sirkit sewa.

Selain itu Indosat juga akan menyewakan transponder (transponder lease) satelit Palapa D kepada perusahaan lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Segmen pelanggan yang dapat memanfaatkan layanan ini antara lain broadcaster Radio atau Televisi domestik maupun internasional, perusahaan penyedia jasa internet (ISP), perusahaan penyedia jasa VSAT dan anak perusahaan Indosat seperti Indosat Mega Media (Indosat M2) dan Aplikanusa Lintasarta.

Jasa lain yang disediakan Indosat melalui satelit Palapa D antara lain layanan VSAT, DigiBouquet dan layanan Telecast sebagai nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan korporasi dalam komunikasi data dan broadcasting. Selain itu Palapa D memungkinkan pengembangan layanan internet Jalurlebar melalui satelit dan Data Broadcasting sebagai cara untuk mendistribusikan sambungan internet berkecepatan tinggi dengan cakupan hingga ke wilayah yang tak dapat dijangkau jaringan terestrial. Satelit Palapa D adalah salah satu dari beberapa satelit yang mampu melayani seluruh wilayah Indonesia, ditambah wilayah lain di sekitar Asia seperti ASEAN, Timur Tengah dan Australia.

Indosat meluncurkan pengoperasian satelit Palapa D pada tanggal 17 November 2009 bersamaan dengan peresmian pengoperasian sistem kabel laut JAKABARE. Acara peresmian diadakan di Kantor Pusat PT. Indosat di Jalan Merdeka Barat No.21, Jakarta Pusat, dihadiri oleh Menkominfo Kabinet Indonesia Bersatu II, Tifatul Sembiring.

Satelit Palapa Nusantara Dua Siap Meluncur Mei 2020

Indosat Ooredoo optimistis satelit Palapa Nusantara Dua dapat meluncur pada tahun 2020, menggantikan satelit Palapa-D yang berakhir masa operasinya di tahun yang sama. Sebelum menyandang Palapa Nusantara Dua, satelit ini diberi nama Palapa Nusantara 1 atau Palapa-N1.

Jika berhasil diluncurkan dan mengisi di slot orbit 113 derajat Bujur Timur (BT), satelit Palapa Nusantara Dua akan dimanfaatkan Indosat Ooredoo sebagai penyedia jasa satelit untuk menunjang bisnis media broadcasting di Indonesia. Hal itu juga untuk mencapai visinya menjadi perusahaan digital terdepan di Indonesia.

"Indosat Ooredoo menyadari pentingnya teknologi satelit untuk menunjang bisnis penyiaran di Indonesia. Oleh karena itu, kami menyediakan Satelit Palapa Nusantara Dua yang akan diluncurkan pada tahun 2020 sebagai pengganti Satelit Palapa D, untuk menyediakan layanan media penyiaran di Indonesia," ujar Chief Business Officer Indosat Ooredoo Intan Abdams Katoppo dalam siaran persnya, Jumat (15/2/2019).

Indosat Ooredoo menargetkan peluncuran Palapa Nusantara Dua selesai pada bulan Mei 2020 dengan seamless migration process, di mana dampak transisi dari Palapa D ke Palapa Nusantara Dua sangat minim dirasakan oleh pelanggan.

Sebagai informasi, Indosat Ooredoo bersama dengan PT Pintar Nusantara Sejahtera (Pintar) dan PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) melalui perusahaan joint venture bernama PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera (PSNS) telah menandatangani kesepakatan kerja sama untuk pembelian satelit dengan produsen satelit terkemuka asal Tiongkok, China Great Wall Industry Corporation (CGWIC).

Satelit Palapa Nusantara Dua Siap Meluncur Mei 2020 Chief Business Officer Indosat Ooredoo Intan Abdams Katoppo Foto: Indosat Ooredoo

Penandatanganan itu disaksikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dalam acara Asia Pacific Satellite Communications Systems International Conference (APSAT) 2017 di Jakarta.

Indosat Ooredoo mengoperasikan satelit Palapa-D yang diluncurkan bulan Agustus 2009 di China dan akan berakhir umurnya pada tahun 2020. Peluncurannya dilakukan oleh teknisi-teknisi terbaik dari Indosat Ooredoo.

Kapasitas transponder dalam Palapa-D disewakan kepada operator penyiaran dan telekomunikasi. Layanan satelit penunjang lain termasuk pemakaian untuk layanan TV, link Indosat Ooredoo TV, layanan jaringan privat, akses Internet, dan multimedia serta konferensi video.

"Satelit di orbit 113 derajat Bujur Timur merupakan ekosistem utama bagi penyiaran di Indonesia yang menggunakan layanan Free to Air, termasuk bagi mayoritas broadcaster lokal. Kami yakin satelit ini memiliki peranan vital dalam menyampaikan informasi ke masyarakat lewat lembaga penyiaran dan lebih jauh berguna untuk menjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia." Tutup Intan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar